Minggu, 17 Maret 2013

Monumen Jendral Sudirman Pakis Baru Nawangan Pacitan



“MONUMEN JENDRAL SUDIRMAN”

A.      Letak Monumen Jendral Sudirman
Monumen Jendral Sudirman merupakan salah satu tempat wisata di daerah Pacitan, Jawa Timur. Monumen ini terletak di daerah yang jauh dari pusat kota Pacitan. Monumen Jendral Sudirman ini terletak dibagian utara kota Pacitan, yaitu tepatnya di Desa Pakis Baru, Kecamatan Nawangan, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Daerah ini berbatasan dengan kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Karena merupakan daerah pegungungan dan berbukit, akses jalan menuju Monumen Jendral Sudirman lumayan sulit. Jalannya sangat sempit, terjal dan berliku.
Mesipun akses jalan menuju Monumen Jendral Sudirman ini lumayan sulit, tidak menyurutkan pengunjung atau wisatawan-wisatawan yang berdatangan dari luar kota, terutama para sejarahwan. Para wisatawan justru senang dengan jalan menuju desa Pakis Baru ini karena panorama-panorama pemandangan alam yang ada disepanjang jalan sangat memikat mata dan hati para wisatawan.

A.      Sejarah Terbentuknya Monumen Jendral Sudirman
Monumen Jendral Sudirman dibangun pada tahun 1982. Monumen ini dibangun oleh keluarga Bapak Roto Suwarno. Bapak Roto Suwarno ini merupakan tokoh yang sangat berjasa dan terkenal di desa Pakis Baru.  Beliau dahulunya merupakan pengawal dari Panglima Jendral Sudirman saat bermakas di Desa Pakis Baru. Beliau mendirikan sebuah yayasan yang bernama “Kembang Mas” (Perkembangan dan Pembangunan Masyarakat). Dengan yayasan tersebut beliau membangun berbagai fasilitas umum untuk masyarakat desa Pakis Baru. Diantaranya adalah lapangan tenis, sekolah-sekolah formal, penginapanan, dam, monumen, dan lain-lain. Semua fasilitas-fasilitas yang telah dibangunnya ini diberi nama Kembang Mas. Dan yang paling tersohor dari pembangunan-pembangunan yang telah dilakukan adalah pembangunan monumen Jendral Sudirman ini.
Alasan beliau membangun monumen di desa Pakis Baru ini adalah karena ditempat ini terdapat sebuah nilai historis yang sangat tinggi. Pada tahun 1949 terjadi agresi Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Dan akhirnya terjadi pula perang Gerilya yang dipimpin oleh Pangsar Jendral Sudirman. Karena kondisinya yang tidak sehat pada saat itu, Pangsar Jendral Sudirman melakukan perjalanan dengan duduk di atas tandu bersama rombongannya dari kota Yogyakarta yang mrupakan ibu kota Indonesia saat itu. Beliau ditemani oleh para pengawal di antaranya adalah Kapten Soepardjo, Kapt. Tjokropanolo dan beberapa yang lainnya termasuk bapak Roto Soewarno yang merupakan pendiri dari monumen ini.
Selama kurang lebih 3 bulan 10 hari rombongan itu sampai daerah sobo, desa Pakis Baru ini. Didesa ini hanya terdapat  15 rumah warga dengan jumlah penduduk yang tak lebih dari 60 orang. Kemudian rombongan itu menginap disalah satu rumah penduduk setempat yaitu dirumah bapak Karsosoemito, seo­rang bayan (pamong/perangkat desa) Dukuh Sabo, Desa Pakis Baru. Dan dari situlah Jendral Sudirman sebagai Panglima Besar Angkatan Perang Pucuk Pimpinan Komando Perang Rakyat Semesta merancang strategi perang gerilya. Konsolidasi pertahanan rakyat semesta dimantapkan. Bersama penduduk desa mereka bahu membahu dalam menyusun perlawanan kepada Belanda. Tempat ini sengaja dipilih karena tempatnnya sangat terpencil sehingga menghindarkan dari Belanda yang terus mencarinya. Di tempat itu pula Jendral Sudirman menerima beberapa tamu penting dari ibukota Yogyakarta. Seperti Letkol Slamet Riyadi, Kol. Zulkifli Lubis, Mayor Suharto. Dari tempat itu pula Sudirman terus menjalin komunikasi dengan Panglima Tentara dan Teritorium Jawa Kol. Nasution, Wakil KSAP Kol. Simantupang dan Gubernur Militer Kol. Gatot Subroto.
Dari sejarah itulah dibangun monumen Jendral Sudirman ini dengan tujuan untuk mengenang jasa dari salah satu pahlawan Indonesia ini.

B.      Deskripsi Monumen Jendral Sudirman
Monumen Jendral Sudirman ini memiliki daya tarik yang sangat kuat bagi wisatawan, terutama para sejarahwan. Disini terdapat patung dari Panglima Besar Jendral Sudirman yang sangat tinggi dan besar. Patung tersebut terletak  dibagian paling atas dari monumen tepatnya diatas bukit yang menjadi saksi sejarah perjuangan Pangsar Jendral Sudirman. Untuk mencapai lokasi harus menempuh 3 jalur tangga (berundak). Dari bawah tangga yang pertama berjumlah 45, yang kedua berjumlah 8 dan yang ketiga berjumlah 17. Nilai yang filosofi  terkandung dari banyaknya jumlah tangga ini adalah hari kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu 17-08-1945. Dahulu dimonumen ini hanya terdapat sebuah patung dan plataran-plataran tangga tersebut. Tetapi pada tahun 2008 dilakukannya rehabilitas secara besar-besaran. Kemudian pada tahun 2009 monumen ini telah diresmikan oleh presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai salah satu Kawasan Wisata Sejarah di Indonesia. Kawasan ini akan terus di­kembangkan, sehingga ke depan akan menjadi salah satu kawasan wisata sejarah seperti halnya di Blitar dengan Museum dan Ma­kam Bung Karno, dan Trowulan Mojokerto dengan peninggalan Kerajaan Majapahitnya.
Selain adanya patung, dimonumen ini juga terdapat berbagai macam relief dan miniatur. Relief dan miniatur ini menggambarkan perlawanan rakyat Indonesia yang dipimpin oleh Pangsar Jendral Sudirman saat melawan Belanda dulu. Relief-relief ini terletak sipinggiran monumen dengan variasi yang bermacam-macam. Sedangkan miniaturnya terdapat didalam gedung monumen.
Disepanjang jalan sebelum memasuki kawas­an ini, ada delapan pintu ger­bang berbentuk tugu kanan kiri yang bertuliskan pesan Jenderal Soedirman. Diantaranya adalah sepertiKe­merdekaan Sudah di Genggam Jangan Dilepaskanatau Walau Dengan Satu Paru-Paru dan Ditandu Pantang Menyerah, dan masih banyak yang lainnya. Ini dimaksudkan agar dapat menjadi semangat wisatawan yang datang dalam membela bangsa dan negara Indonesia ini.
Yang paling menarik dari serangkaian tempat wisata ini adalah sebuah rumah tua, dimana merupakan rumah Pangsar Jendral Sudirman pernah tinggal. Rumah ini terletak kurang lebih 2 Km dari monumen. Rumah bekas markas geril­ya Pangsar Jenderal Soedirman ini terdiri dari dua bangian, bagian depan di­sambungkan dengan bagian belakang. Rumah bagian depan berbentuk empat persegi panjang, 11,5 x 7,25 meter per­segi, sedangkan bagian bela­kang berukuran 10,2 x 7,3 me­ter persegi. Di masa perjuangan, di sini tempat menyusun strategi penyerangan dan bertahan dari serangan musuh. Rumah ini juga dilengkapi dapur dan ruang untuk menyimpan perbekalan atau alat-alat perang. Pada masa perjuangan, ba­gian depan rumah, dilengkapi satu set meja – kursi yang ter­buat dari kayu. Didalam rumah tersebut juga terdapat sebuah ruangan yang merupakan kamar atau tempat tidur dari Pangsar Jendral Sudirman dulu. Tetapi ruangan tersebut tidak boleh dibuka karena dianggap sakral sehingga tidak sembarangan orang dapat masuk. Rumah ini sengaja tidak boleh dibangun, hanya saja renovasi kecil-kecilan yang diperbolehkan. Hal ini ditujukan agar tempat sejarah tersebut tetap asli dan nilai historynya tidak hilang.
Selain itu di monumen ini juga tersapat banyak villa yang ditujukan untuk wisatawan-wisatawan dari luar kota. Villa tersebut terletak dibelakang patung, sehingga wisatawan-wisatawan yang menginap dapat menikmati pemangdangan alam yang begitu indah. Disamping villa juga terdapat 2 lapangan helycopter. Ini digunakan apabila ada TNI yang akan melakukan kegiatan di monumen dengan membawa helycopter.

Kemudian jarak 1 Km sebelum sampai dimonumen terdapat sebuah makam pendiri dari monumen Jendral Sudirman ini yaitu bapak Roto Soewarno. Tempat ini juga sering dikunjungi oleh wisatawan setelah dari monumen. Biasannya para wisatawan menabur bunga dan berdo’a didalam makam.
Demikianlah deskripsi tentang monumen Jendral Sudirman ini, masih banyak lagi keindahan-keindahan yang menjadi daya tarik tersendiri. Tidak akan ada ruginya bila berkunjung ke tempat ini khususnya para ilmuan sejarah. Karena dari kawasan wisata  ini dapat memperoleh nilai-nilai history yang sangat tinggi.



Foto Presiden RI saat peresmian monumen Jendral Soedirman

Opera di monumen saat peresmian

Monumen Jendral Soedirman tampak dari depan

Sayang, monumen semegah dan sebagus ini sekarang hanya terbelengkai tanpa perawatan.........
Monumen yang penuh dengan nilai-nilai sejarah ini hanya bisa dibiarkan.......
 

Contoh teks deskripsi

“MY BROTHER”

Hello everybody !!
My Name is Nastiti Puji Rahayu. I was the second child of two brothers. I have one brother, his name is Hariyadi Widodo. At home he is often called "Dodo". My brother is very handsome, smart, kind and very fond of all the family. He is tall, rather  fat, and her straight black hair. He has brown skin and a snub nose like me. His face is very similar to me, so if we going together, everyone can learn from the similarity of our face that we are brothers.
My brother has a wife and one son. His wife name is Kasih and his son name is Ardi. His son just a year old. My brother very love with his family. He want to make his little family into a happy family. He always give the best for his little family and very wise in building this little family.
My brother like a music, almost all the instruments could be played like a guitar, drums, piano, etc. To develop his talents in the music, he opened a music studio for rent to the public. Beside his talent in music, my brother also has a very high entrepreneurial spirit. Now, he already has his own business. He has set up a counter which fairly successful. He is very good at managing money.
However, behind it all he is very stern, does not like a joke, and irritability. If he was angry he would scold everyone with a flushed face. I’m is very afraid when he angry and has a problem. But, even so I still love her. I Love my brother very much !!! ^^

Deskripsi Naskah Jawa "Serat Mardawalagu"

DESKRIPSI NASKAH
“SERAT MARDAWALAGU”
Deskripsi naskah adalah gambaran secara ringkas dan terperinci mengenai wujud fisik naskah maupun isi naskah dengan tujuan untuk mempermudah pengenalan terhadap naskah beserta konteks isinya. Deskripsi naskah yang dilakukan terhadap naskah yang menjadi objek penelitian ini berpedoman pada pendapat yang dikemukakan oleh Emuch Hermansoemantri (1986) yang disesuaikan dengan karakteristik naskah yang diteliti.
                Hal-hal yang diungkapkan dalam deskripsi naskah antara lain menyangkut informasi atau data mengenai: (1) judul naskah; (2) nomor kondex/punggung naskah; (3) tempat penyimpanan naskah; (4)  pengarang; (5) penyalin; (6) manggala dan kolofon; (7) ukuran naskah; (8) ukuran kertas; (9) ukuran teks; (10) halaman; (11) kondisi naskah; (12) bentuk tulisan; (13) kerapian; (14) bentuk teks; (15) cara penulisan; (16) bahan naskah; (17) ringkasan isi.
Berikut deskripsi lengkap naskah Serat Mardawalagu :
1.     JUDUL NASKAH
Naskah ini tercatat dalam katalog Girardet-Sutanto, 1983 dan Nancy K. Florida, 1996, dengan judul Serat Mardawalagu. Ketika dilakukan pengecekan langsung ke tempat penyimpanan naskah, judul terdapat pada tiga tempat :
·         Yang pertama terletak pada cover luar naskah bertuliskan “Serat Mardawalagoe”. Tetapi judul ini hanya terdapat pada kertas kecil yang menempel pada bagian kiri atas dengan tulisan ketik manual. Selain itu dalam cover juga terdapat cap berwarna biru bertuliskan “Jajasan Paheman Radya Pustaka Surakarta”.
Description: D:\2012-04-12 12.43.53.jpg
·         Yang kedua terletak pada sampul dalam yang pertama bertuliskan “Mardawalagu dengan ditulis latin menggunakan tinta merah.
Description: D:\`J4v4Niz GirL`0430.jpg
·         Yang ketiga terletak pada sampul dalam yang kedua bertuliskan ?m/fwlgu. (mardawalagu) . Judul ditulis dengan huruf Jawa seperti yang tertera.
Description: D:\`J4v4Niz GirL`0429.jpg
2.     NOMOR KODEX (PUNGGUNG) NASKAH
A22
3.     TEMPAT PENYIMPANAN
Naskah ini disimpan dimuseum Radyapustaka Surakarta
4.     ASAL NASKAH
5.     KEADAAN NASKAH
Keadaan naskah secara fisik masih baik dan utuh/ lengkap, tidak ada lembaran-lembaran naskah yang hilang. Naskah ini merupakan naskah carik yang masih asli. Kertas juga masih utuh dan berwarna putih yang telah usang (putih kecokelat-cokelatan). Naskah ini benar-benar masih utuh hanya saja pasa pinggiran sampul sudah sobek karena mungkin sering bibuka dan dibaca. Naskah ini ditulis menggunakan pensil dan ada beberapa tulisan yang ditulis dengan bolpoint berwarna merah.
6.     UKURAN NASKAH
Panjang : 33,5 cm
Lebar      : 21 cm
7.     TEBAL NASKAH
Panjang : 33 cm
Lebar      : 20,5 cm
8.     JUMLAH BARIS TIAP HALAMAN
Panjang             : 24 cm
Lebar                 : 14 cm
Margin atas      : 2,5 cm
Margin bawah : 2 cm
Margin kanan  : 3 cm
Margin kiri       : 3 cm
9.     HURUF, AKSARA, DAN TULISAN
Halaman ditulis dengan huruf Jawa dan terletak dibagian atas teks. Terdiri dari 21 halaman ditambah dengan 2 lembar halaman kosong, akan tetapi pada halaman terakhir (halaman 21) ditulis dengan menggunakan pensil. Setiap 1 halaman terdapat 35 baris. Pada halaman 1,10,11, dan 20 terdapat cap berwarna merah bertuliskan “P. Radio Poestaka Soerakarta 1831”.
10.                                                                                                                                                KONDISI NASKAH
Description: D:\2012-04-12 12.42.53.jpg                            Description: D:\2012-04-12 12.43.28.jpg
11.                        BENTUK TULISAN
Bentuk tulisan kecil, jelas dan mudah dibaca. Hurufnya berbentuk kotak (batasinambat) dan tulisannya sangat bagus. Penekanan penanya sangat tajam sehingga sampai tembus pada bagian belakangnya. Jarak antar huruf sedang tetapi jarak antar baris sangat dekat sehingga terlihat kurang teratur.
12.                        KERAPIAN
Tingkat kerapian sangatlah rapi, hampir tidak ada kesalahan dalam setiap penulisannya.
13.                        BENTUK TEKS
Serat Mardawalagu ditulis dalam bentuk prosa tentang tembang Macapat.
14.                        CARA PENULISAN
Penulisan teks pada setiap halaman ditulis secara bolak-balik, atau yang lebih dikenal dengan sistem recto verso, yaitu lembaran-lembaran naskah yang ditulisi pada kedua halaman muka dan belakang. Selain itu hanya ada satu halaman yang ditulis secara satu muka (tidak recto verso), yaitu pada halaman 21. Ditulis satu muka karena hanyalah tambahan saja. Teks ditulis ke arah lebarnya, artinya teks ditulis sejajar dengan lebar lembaran naskah, ditulis dari kiri ke kanan.
15.                        BAHAN NASKAH
Serat Mardawalagu dikemas menjadi naskah yang lumayan tipis. Kertas yang digunakan adalah kertas eropa, kertasnya berwarna kecoklatan, tebal, dan kualitasnya masih baik. Akan tetapi terdapat perbedaan jenis kertas pada halaman terakhir, halaman terakhir menggunakan kertas folio bergaris.
16.                        BAHASA NASKAH
SeratMardawalagu menggunakan bahasa Jawa.
17.                        RINGKASAN ISI
Serat Mardawalagu menjelaskan tentang persajakan dan musik-musik Jawa. Serat ini merupakan prosa yang menjelaskan catatan lagu-lagu Jawa versi sekar ageng, sekar tenggahan, dan sekar macapat. Kemudian berisi bagaimana membaca versi dari komposisi satu, dua, tiga, dan empat baris, juga cara bagaimana mengkomposisikan lagu-lagu Jawa.
Penjelasan 4 style dari versi lagu-lagu Jawa sesuai dengan nomer dari baris tiap bait (maca salagu, maca rolagu, maca tri lagu, dan maca pat lagu).

Contoh Kajian Tematik pada Puisi Jawa (Geguritan)



KERUKUNAN
Kaya unine siter
Senajan saka senar kang beda
Nuwuhke endahe suwara
Yen kabeh yaga kudu nyuwara
Tanpa genti-genten menehei kalodhangan liyan
Ora bakal nuwuhake lagu
Kang kepenak dirungu

Kaya kartika ing angkasa
Nduweni papan kang merdika
Kaya rembulan lan bagaswara
Ngayahi jejibahan kang ora mesthi padha

Kaya driji-driji tangan
Yen salah sawijine sulaya
Ora bakal duwe kekuwatan

Kerukunan iku kaya hawa
Mlebu-metu bolongane grana
Senajan ora ngawistara
Nggawa irama
Sunardi KS
  Penyair           : Sunardi KS
  Sumber           : Majalah JAYABAYA edisi  4, Minggu Pahing 23 Desenber 2001
5 Rejeb : 1934 Je
Wuku    : Galungan
Windu   : Adi Masa ka IV
  Isi      : Puisi (geguritan) yang berjudul “Kerukunan” karya Sunardi KS tersebut berisi   mengenai rasa kasih sayang dan kerukunan  yang dimiliki oleh manusia. Meskipun manusia itu terlahir berbeda-beda, tetapi dapat menumbuhkan kedamaian jika kita saling kasih mengasihi. Tidak akan tercipta kedamaian jika kita tidak memikirkan sesama dan hanya memikirkan kepentingan pribadi. Hidup ini diibaratan seperti bintang dilangit yang selalu penuh keindahan. Dan bagaikan bulan dan matahari yang meskipun fungsinya berbeda tetapi senantiasa saling bergantian tanpa berseteru. Indahnya kerukunan itu juga diibaratkan bagaikan jari jemari tangan manusia yang selalu melekat dan bersama. Apapila salah satu terluka maka tidak akan berfungsi secara sempurna. Begitu juga dengan kerukunan, apabila masih terdapat egoisme didalam hubungan antar manusia maka yang terjadi perpecahan. Maka dari itu kerukunan dan rasa kasih sayang antar manusia itu sangatlah penting karena manfaatnya sangat indah.
  Komentar         : Secara tematik atau secara struktur batin puisi, puisi (geguritan) “Kerukunan” tersebut adalah sebagai berukut :
1.       Tema (sense)         :
Tema dari puisi (geguritan) diatas adalah “kemanusiaan”. Hal ini dikarenakan isi , inti dan yang menjadi pokok pikiran dari puisi (geguritan) tersebut adalah tantang rasa kasih sayang sesama manusia. Penyair membuat paradigma bahwa sangat penting sekali rasa solidaritas dan kasih sayang  yang harus dimiliki oleh setiap manusia didunia. Paradigma ini dibangun dari cara berfikir atau asumsi dari penyair. Beliau beranggapan bahwa sangatlah indah hubungan antara manusia jika semuanya dapat saling kasih mengasihi (guyub rukun).  Tanpa adanya kasih sayang sesama manusia, maka tidak akan ada arti kehidupan yang sesungguhnya. Dan meskipun seluruh umat manusia terlahir berbeda-beda tidak akan mengurangi indahnya kerukunan jika kita saling kasih mengasihi.
Jika dihubungkan dengan kehidupan sekarang, pandangan atau asumsi ini sangat tepat sekali. Kita ketahui bahwa di zaman yang semakin modern ini lebih dominan manusia mementingkan kepentingan pribadi atau ego masing-masing. Mereka lebih menomor satukan kepentingan pribadi. Hal ini tentu akan membuat hubungan antara manusia akan merenggang dan terpecah belah. Oleh karena itu sangat setuju sekali dengan cara pandang penyair yang diungkapkan melalui puisi  (geguritan) tersebut. Jika cara pandang penyeir yang diungkapkan melalui puisi tersebut dapat diaplikasikan pada kehidupan saat ini (di zaman yang semakin maju ini), tentu akan menumbuhkan kerukunan dan kedamaian antara manusia didunia.

2.       Rasa (feeling)         :
Sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang ada dalam puisi (geguritan) tersebut adalah perasaan senang dan bahagia. Hal ini didapatkan dari isi dari teks puisi (geguritan) tersebut. Didalam puisi (geguritan) “Kerukunan” ini penyair menggambarkan rasa suka cita dan bahagia dari indahnya kerukunan antara manusia. Penyair mengibaratkan indahnya kerukunan dan saling kasih sayang itu merupakan hal yang paling berharga dan tanpa adanya kerukunan dan kasih sayang kehidupan manusia didunia ini tidak akan ada artinya. Hal ini seperti beberapa baris berikut :
“Kaya unine siter
Senajan saka senar kang beda
Nuwuhke endahe suwara”
Baris tersebut mengandung arti bahwa kerukunan dan kasih sayang  itu sangan indah sekali meskipun manusia didunia ini dilahirkan berbeda-beda. Penyair menyampaikan pandangannya tersebut dengan perasaan senang dan bahagia karena dengan adanya kerukunan dan kasih sayang dapat menjadikan kedamaian.






3.       Nada (tone)            :
Sikap penyair terhadap pembaca yaitu menasehati dan memberi pengertian kepada pembaca. Penyair memberikan nasehat dan pengertian tentang penting dan indahnya dari kerukunan dan saling kasih mengasihi antara sesama manusia.

4.       Amanat (itention)                :
Penyair memiliki tujuan khusus yang mendorong menciptakan puisi “Kerukunan” ini. Penyair menyampaikan pesan atau amanatnya secara tersirat melalui hasil geguritannya kepada pembaca. Penyair meyampaikan pentingnya kerukunan dan saling kasih mengasihi antar sesama. Dengan adanya kerukunan dan kasih sayang antar sesama hidup ini akan terasa damai. Hidup ini tidak akan ada artinya jika manusia mementingkan kepentingan pribadi. Kerukunan dan kedamaian juga tidak akan tercapai apabila hanya sebagian kecil yang sadar akan pentingnya kebersamaan. Amanat yang ingin disampaikan penyair ini sangat tepat untuk kehidupan di zaman modern seperti saat ini.